Friday, January 10, 2014

Beralih ke Bandara Halim Perdanakusuma

Dari pagi sampe siang ini tiap liat tipi yg muncul cuma dua berita aja, yg pertama pemanggilan Anas Urbaningrum ke KPK dan yg kedua pengalihan beberapa penerbangan komersil berjadual Bandara Soekarno-Hatta ke Bandara Halim Perdanakusuma. Berhubung yg dibahas sama alexander soewondo hanya berkisar di dunia penerbangan, terpaksa kasus Anas Urbaningrum vs KPK gak kita bahas. Alexander soewondo kan Blog penerbangan, bukan Blog politik, jadi Admin harus konsekuen dengan mottonya “ATC, Bandara Raja Haji Fisabilillah, & Dunia Penerbangan menurut kacamata alexander soewondo”.

Jadi ceritanya gini sodara2. Semua itu berawal dari kapasitas Bandara Soeta yg udah melebihi ambang batas, yg mana akibat dari itu semua banyak penerbangan yg akhirnya harus terdelay. Contoh sederhana aja, dalam satu jam, runway di Bandara Soeta hanya sanggup menampung 70an pergerakan, sedangkan aktualnya lebih dari itu. Akibatnya pesawat harus di holding di udara maupun di darat. Terjadi antrian yg panjang pada jam2 tertantu yg tentu saja mengakibatkan delay.

Setau ane, udah banyak cara dilakukan untuk memecah kepadatan pergerakan pesawat pada jam2 tertentu. Salah satunya meninjau ulang slot time yg telah diberikan dan menambah jam operasi di beberapa Bandara sampai jam 12 malam, pemisahan control tower Utara dan Selatan. Pokoknya macem2 dah, ane gak sanggup untuk ungkapkan satu per satu. Namun itu semua belum cukup, kondisi tidak terlalu berubah, tetep ngantri di udara dan di darat. Tetep delay dan penumpang kecewa.

Akhirnya ada satu wacana yg kemudian terealisasi, yaitu pengalihan beberapa penerbangan Bandara Soeta ke Bandara Halim Perdanakusuma (kita sebut aja Bandara Halim, kepanjangan soalnya, ane capek ngetiknya). Ini menimbulkan pro dan kontra. Ada beberapa pihak yg mendukung namun banyak pula yg kecewa. Buat beberapa pihak, pengalihan penerbangan ke Bandara Halim dinilai dapat mengurangi beban Bandara Soeta. Namun untuk beberapa pihak, ini bukan solusi tapi justru malah membuat masalah baru.

Setau ane, di Bandara Halim ada beberapa Squadron TNI AU, yg artinya akan selalu ada aktivitas pergerakan pesawat militer. Lha kalo digunakan sebagai Bandara Komersil, mau gak mau yg militer kan terganggu. Pergerakan pesawat militer kan gak selalu latihan perang, ada yg touch and go, trainning ke area, aerobatic flight, formation flight, macem2 dah pokoknya.

Trus di Halim itu juga digunakan sebagai sekolahan calon penerbang. Dimana para siswa melakukan aktivitas belajar terbang (eh belajar menerbangkan pesawat maksudnya). Dan trainning flight dalam dunia perATCan adalah prioritas terakhir, artinya mesti ngalah sama yg komersil dan militer. Kan kesian juga tuh para siswa, mesti pinter2 nyari waktu buat latihan terbang.

Lha, masih banyak lagi masalah yg ditimbulkan. Antara lain pergerakan pesawat kepresidenan dan para tamu negara yg mengharuskan Bandara Halim steril untuk beberapa saat. Wah, macem2 dah. Terkesan sok tau banget ane yak...??? Tapi kenyataan koq sodara2, secara lulus dari PLP Curug, ane kan sempet magang di Tower Halim, makannya ane tau banget kondisi disindang (eh disana maksudnya).

Namun biar gimana, dengan dialihkannya beberapa penerbangan ke Bandara Halim, beban Bandara Soeta jadi berkurang sedikit. Kemungkinan delay bisa diminimalisir. Walaupun sebenarnya ini bukan solusi terbaik untuk jangka panjang. Karena biar gimana, pertumbuhan pesawat, penumpang dan kargo akan terus bertambah seiring dengan perkembangan jaman.

Nah, sebagai pengamat dunia penerbangan yg masih bau kencur, ane punya pendapat. Untuk mengurangi beban Bandara Soeta, ada beberapa hal yg bisa dilakukan, semisal penambahan runway baru, penambahan jumlah taxiway, penambahan terminal baru, peninjauan ulang dan pengaturan slot time, navaid baru. Masih ada lagi, yaitu pemberlakuan biaya landing fee yg mahal pada jam2 tertentu dalam hal ini pada jam2 spesial yg biasa disebut peak hour atau golden time, dan pemberlakuan tarif murah atau bahkan gratis untuk penerbangan tengah malam.

Ane berharap, pemerintah dalam hal ini Departemen Perhubungan, Angkasa Pura II, dan juga AirNav Indonesia dapat segera menemukan solusi terbaik untuk ini semua tanpa ada pihak yg dirugikan. Semoga semuanya berjalan lancar tanpa suatu kendala.

No comments:

Post a Comment

Pendaratan Pertama di Pulau Bintan

Mencoba mengenang kembali kisah dua puluh tahun yang lalu, saat dimana ane dan seorang teman berangkat meninggalkan Jakarta menuju ke Pulau ...